“Tiba Waktunya Doa Dikabulkan”

“Tiba Waktunya Doa Dikabulkan”

by Lisman Suryanegara
Suasana kelas sangat hening tatkala guru PMP memasuki ruangan. Tiba-tiba dengan nada tinggi “Saya tidak akan mulai mengajar di kelas ini, sebelum siswi yang berkerudung itu keluar!” ujarnya lantang membuat tegang para murid yang ada di sana . Sorot matanya tajam tertuju kepada seorang siswi berkerudung yang duduk di pojok kelas. Gadis itu bangkit dari duduknya, kemudian dengan langkah gontai pergi meninggalkan ruangan. Tampak raut mukanya menyembunyikan kesedihan yang mendalam. Seumur hidupnya, baru kali ini dia diusir dari ruang kelas, hanya karena dia memakai kerudung.
Di propinsi Jawa Barat bagian timur, terdapat sebuah kabupaten yang dijuluki kota santri. Di kabupaten tersebut ada sebuah SMA Negeri yang sangat favorit. Muridnya adalah siswa-siswi terbaik yang datang dari berbagai penjuru kabupaten. Bahkan tidak sedikit siswa tersebut datang dari kota kabupaten lain disekitarnya. Sesuai julukannya sebagai kota santri, di sekolah tersebut banyak sekali siswinya yang mengenakan kerudung. Mereka belajar dengan tenang, sampai suatu ketika turun sebuah peraturan yang membuat suasana duka bagi mereka siswi berkerudung.
Sekitar medio tahun 80-an, lewat SK menteri P&K,keluarlah peraturan yang menyatakan bahwa semua siswi yang memakai kerudung, diperintahkan untuk menanggalkan kerudungnya ketika sedang mengikuti proses belajar mengajar. Bagi mereka yang tidak mau melepas kerudung, maka pihak guru diberikan kewenangan untuk mengusir siswi tersebut dari kelasnya. Kebijakan itu sangat menyakitkan, terbukti banyak siswi yang terpaksa melepaskan kerudungnya demi untuk bertahan di sekolah favorit tersebut.
Adalah seorang gadis bernama Fitria Hamzah yang biasa dipanggil Pipit, dia termasuk siswi berkerudung yang tidak mau menanggalkan kudungnya saat proses belajar mengajar berlangsung. Saat itu, ia seorang siswi kelas 3 Biologi semester enam. Hanya tinggal empat bulan lagi Pipit akan lulus SMA. Namun karena kasus kerudung, urusannya menjadi panajang. Beberapa kali dia dipanggil oleh guru BP. Setiap kali dipanggil, dia dibujuk agar melepaskan kerudungnya, namun setiap itu pula dia menolaknya.
Pipit sebenarnya tipikal orang yang lembut dan patuh pada semua aturan sekolah. Prestasi dia di sekolahnya boleh dibilang bagus. Kalau tidak ranking satu, paling dia turun ke ranking dua atau tiga. Meskipun penurut, namun bukan berarti dia tidak memiliki prinsip. Ketika ada aturan sekolah yang berbenturan dengan keyakinannya, maka dia bersikeras untuk mempertahankan keyakinan tersebut. Walaupun resikonya harus diusir dari ruang kelas seperti saat mengikuti pelajaran PMP.
Sehari setelah kejadian Pipit dikeluarkan dari kelas, ia dipanggil kembali ke ruang BP. Di sana ia diberikan pilihan untuk buka kerudung atau mengundurkan diri dari sekolah Favorit tersebut. Karena merasa diperlakukan sewenang-wenang, Pipit kemudian memilih untuk tidak buka kerudung dan juga tidak mengundurkan diri. Dia bertekad akan melawan ketidakadilan tersebut. Perlawanannya harus berakhir ketiaka pihak sekolah kehilangan kesabaran, dengan mengutus guru BP dan guru agama akhirnya surat pemecatan dikirimkan ke orang tua Pipit.
Demi mengetahui anaknya dipecat gara-gara memakai kerudung, ayah Pipit yang merupakan pemuka agama di kampungnya merasa gusar. Beliau marah sekali sama guru yang membawa surat tersebut.
鉄aya akan tuntut kalian nanti di akhirat, karena kalian telah mendzolimi anak saya dengan memecat dia karena memakai kerudung・ucap ayah Pipit dengan nada emosi.
Walaupun tidak terima dipecat, namun kenyataannya sekarang Pipit sudah resmi dikeluarkan dari sekolah favorit tersebut. Pipit hanya bisa berdoa 添a Allah Yang Maha Pengasih, berikanlah kemudahan hambaMu dalam menuntut ilmu, sesungguhnya Engkaulah penolong orang yang teraniaya・
Dalam kesedihannya, Pipit akhirnya pindah sekolah ke SMA Muhamadiyah yang gedungnya berdiri megah di depan SMA Negeri sebelumnya. Hal itu dilakukan agar ia bisa mengikuti Sipenmaru (nama ujian seleksi untuk masuk perguruan tinggi saat itu). Di sekolah barunya Pipit belajar keras demi mewujudkan cita-citanya.
Tiga bulan berlalu, ujian Sipenmarupun dilaksanakan. Pipit tercatat sebagai peserta ujian dari sekolah barunya yaitu SMA Muhamadiyah. Meskipun sempat ditawari mengikuti PMDK (seleksi tanpa ujian) dari SMA sebelumnya, namun Pipit menolak. Dia ingin melupakan kepedihan yang dialaminya saat dipecat dari sekolah tersebut.
Bulan berikutnya, tibalah pengumuman hasil ujian Sipenmaru. Dengan tergesa-gesa, Pipit mengabarkan kepada orang tuanya bahwa ia diterima di Fakultas Kedokteran Umum di salah satu PTN di Bandung. Berita itu disambut suka cita seluruh keluarga besar Pipit. Akhirnya Allah Swt mengabulkan permohonan doa orang yang teraniaya.
・Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan・
**** TAMAT ****

No comments